ATURAN 2 Peraturan pencegahan tubrukan di laut (P2TL)
ATURAN 2
TANGGUNG JAWAB
a.
Tidak ada suatu apapun
dalam aturan-aturan ini akan membebaskan tiap kapal atau pe-
miliknya, Nakhoda atau awak kapalnya, atas
akibat-akibat setiap kelalaian
untuk meme-
nuhi aturan-aturan ini atau atas kelalaian terhadap
setiap tindakan berjaga-jaga
yang dipandang perlu menurut kebiasaan seorang pelaut atau
terhadap keadaan-keadaan khusus
di mana kapal berada.
b.
Dalam menafsirkan dan memenuhi
aturan-aturan ini, harus benar-benar memperhatikan
Semua bahaya navigasi dan bahaya tubrukan
serta setiap keadaan khusus termasuk
keter-
Batasan-katerbatasan dari
kapal-kapal yang terlibat, yang
dapat memaksa menyimpang
dari aturan-aturan ini untuk menghindari
bahaya mendadak.
Penjelasan Aturan 2
Aturan 2(a)
dan 2(b) ini
merupakan petunjuk. Maksudnya
agar dicapai keamanan setinggi
mungkin bagi
kapal dan orang-orang dan muatannya.
Ketentuan yang
ada merupakan ketentuan umum yang
semuanya berlaku untuk setiap ke-
adaan. Dalam keadaan
memenuhi hal-hal yang istimewa atau khusus
maka harus dilakukan
suatu tindakan
berjaga-jaga yang logis dan tepat menurut apa
yang harus dilakukan oleh se-
orang pelaut
yang baik. Betapa pentingnya aturan ini terlihat dalam jalannya pengusutan per-
kara tubrukan,
dimana selalu ditekankan adanya ketidakwaspadaan terhadap tindakan berjaga
jaga yang
diharuskan, yaitu : “Tindakan
berjaga-jaga yang diperlukan berdasarkan pelaut yang baik atau keadaan khusus”.
Beberapa contoh
mengenai tindakan berjaga-jaga yang diisyaratkan oleh tindakan pelaut yang,
atau keaadan khusus adalah sebagai berikut:
1.
Sebuah kapal yang sedang
berlayar harus menyimpangi kapal lain yang sedang berlabuh berlabuh berdasarkan
kecakapan pelaut. Akan tetapi kapal yang sedang berlayar atau berhenti tidak
perlu menyimpangi kapal lain, kecuali kapal lain itu tidak dapat mengolah gerak
dan memperlihatkan tanda-tanda, maka dia harus mengikuti aturan.
2.
Apabila kapal itu berlabuh,
maka harus berbuat sedemikian rupa tanpa harus membahayakan kapal lain yang
mungkin akan bernavigasi didekatnya. Dia tidak boleh berlabuh terlalu dekat
dengan kapal lain. Panjang rantainya harus sesuai dengan keadaan sekitarnya dan
bilamana perlu dipergunakan jangkar yang kedua.
3.
Pada waktu kabut tebal, maka
sebuah kapal tanpa radar, tidak untuk berlayar sama sekali, akan tetapi harus
berlabuh, bilamana hal itu dapat dilakukannya dengan aman.
4.
Bila dua kapal saling mendekat
pada sebuah tikungan yang sukar dan sungai yang berarus, maka menjadi kewajiban
kapal yang melawan aruslah untuk menunggu kapal lain untuk melewati tikungan
lebih dahulu.
5.
Pengaruh perairan dangkal harus
diperhitungkan. Sebuah kapal yang berkecepatan tinggi, di atas air akan
menimbulkan medan
tekanan yang semakin besar bila aliran air disekitar kapal itu terhalang.
Dibawah kapal, akan terjadi perubahan trim, kemuka atau kebelakang, tergantung
pada keadaan sekitarnya. Bila kedalaman air kurang dari satu setengah dari
sarat kapalnya, maka pengaruh ini semakin nampak. Bila yang dangkal hanya di
satu sisi saja, maka medan
tekanan akan menyebabkan kapal akan membelok dari ambang itu dan dapat
menimbulkan bahaya tubrukan apabila ada kapal lain yang berpapasan terlalu
dekat. Gaya
yang saling mempengaruhi antara dua kapal, juga akan lebih besar di perairan
dangkal.
6.
Pada aturan -10 hanya berlaku
untuk pemisaham alur lintas yang disyahkan oleh organisasi. Sebelum diakui oleh
IMCO maka harus disyahkan dulu oleh siding yang diadakan setiap dua tahun.
Namun demikian dalam keadaan penting dan mendasar suatu pemerintah dapat
membuat pemisahan alur lalu lintas yang baru atau tambahan yang sudah ada
sebelum diakui oleh IMCO.
(2)
Antara aturan 2(a) dengan 2(b)
seolah-olah bertentangan dimana aturan
2(a) wajib memenuhi aturan sedangkan 2(b)
boleh menyimpang dari aturan. Sebenarnya
penyimpangan yang dimaksud adalah harus berdasarkan untuk menghindari tubrukan dan
bahaya navigasi. Untuk menghindari bahaya
tubrukan, maka dianjurkan
untuk selalu mengikuti Aturan-aturan
yang bersangkutan seteliti mungkin. Tetapi bila dua kapal saling berdekatan
sedemikian rupa sehingga apabila mengikuti aturan justru akan menimbulkan
bahaya tubrukan dan bahaya mendadak, maka menurut aturan 2(b) ini diharuskan
menyimpangi aturan yang ada untuk menghindari tubrukan.
Jadi :
“Menyimpang dari aturan yang ada, dalam keadaan khusus dan dalam keadaan adanya
bahaya mendadak, merupakan keharusan secara hokum”.
Selama tidak
adanya bahaya mendadak, harus selalu mengikuti aturan-aturan pencegahan
tubrukan di laut.
“Maksud dari
diadakannya aturan 2(b) ini ialah agar pada keadaan khusus tidak mengikuti
aturan yang ada secara buta”.
Apakah ada
bahaya yang mendadak atau tidak, dalam praktek sukar untuk menentukannya. Untuk
dapat menyimpang dari aturan-aturan yang ada, haruslah sangat hati-hati karena
hal itu harus dapat dipertanggung jawabkan dengan alasan-alasan sebagai
berikut:
- Bila melaksanakan aturan yang ada, justru akan menimbulkan tubrukan.
- Olah gerak yang dilakukan harus wajar, dan dapat mehondarkan tubrukan.
- Tindakan berjaga-jaga yang diambil harus sesuai dengan syarat-syarat yang ada.
Harus selalu
waspada dan selalu siap memenuhi keadaan-keadaan sebagai berikut:
- Semua bahaya navigasi dan tubrukan
- Keadaan-keadaan khusus
- Kemampuan olah gerak yang terbatas dari kapal-kapal
Gambar 2(a)
Ket: A harus, terhadap B mempertahankan haluannya dan menyimpang C.
Bagaimanapun A
harus membelok ke kanan dan lewat di be-
lakang C, kemudian
kalau perlu mengurangi kecepatan, atau
berhenti dan
memberi jalan terhadap C.
B harus, menyimpang A dan C,
B harus membelok ke kanan melewati
di belakang A
dan C, kalau perlu mengurangi kecepatan atau
gambar 2(a)
berhenti, dan memberikan jalan bagi A dan C.
C harus, mempertahankan
haluan dan lajunya.
Bahaya navigasi
itu antara lain, melewati hujan, angina, badai pasir, hujan abu, perairan yang
dangkal, gunung es, kerangka kapal. Kalau dua kapal dalam kabut saling melihat
maka keduanya harus saling melakukan tindakan untuk menghindari bahaya
tubrukan.
Sebuah kapal
yang dalam keadaan biasa harus mempertahankan haluan dam kecepatannya, dalam
keadaan khusus harus menyimpang dari aturan untuk menghindari bahaya mendadak.
Juga sebuah
kapal yang terhadap kapal lain harus mempertahankan haluan dan lajunya
sedangkan terhadap kapal lain lagi harus menyimpangi. (Gambar 2a)
Umpama dua kapal bertenaga berhaluan berlawanan,
Kedua kapal berdasarkan aturan harus menyimpang
Ke kanan masing-masing.
Jika A berbuat demikian maka akan menimbulkan
bahaya kandas. Dalam hal ini A tidak membelok ke
kanan, dan menyimpang dari aturan, dari jauh sudah
jauh sudah membelok ke kiri dan dilakukan secara
jelas, sehingga B aman atau A mengurangi kecepatan
nya dengan jelas dan membiarkan B saja yang mem-
belok ke kanan.
Gambar 2b
Kedua kapal berdasarkan aturan harus menyimpang
Ke kanan masing-masing.
Jika A berbuat demikian maka akan menimbulkan
bahaya kandas. Dalam hal ini A tidak membelok ke
kanan, dan menyimpang dari aturan, dari jauh sudah
jauh sudah membelok ke kiri dan dilakukan secara
jelas, sehingga B aman atau A mengurangi kecepatan
nya dengan jelas dan membiarkan B saja yang mem-
belok ke kanan.
Gambar 2b
Keadaan khusus umpanya kalau bertemu dengan iring-iringan kapal
perang atau konvoi atau mendekati sebuah kapal induk, atau waktu melakukan olah
gerak untuk menolong orang jatuh ke laut, karena peril olah gerak yang
menyimpang dari aturan (gambar 2d).
Pada waktu mengambil pandu sebetulnya tidak boleh dianggap sebagai
suatu keadaan khusus. Tergantung keadaan olah geraknya, harus waspada dan
hati-hati. Apabila ada bahaya tubrukan harus dilakukan tindakan yang
menguntungkan dan tepat berdasarkan kecakapan pelaut yang baik.
Pada waktu bertemu dengan iring-irngan kapal perang atau mendekati
kapal induk merupakan “keadaan khusus” hingga harus menyimpangi dan dengan jelas
dan waktu yang cukup membelok.
0 komentar:
Langganan:
Posting Komentar (Atom)